Makanan adalah media komunikasi budaya yang paling langsung dan hangat. Perjalanan nanyangdashifu di Indonesia, melampaui kategori perdagangan komersial, diam-diam berkembang menjadi pertukaran budaya baking yang hidup. Bukan memaksakan konsep makan yang eksotis, ia secara bertahap menjadikan dirinya sebagai hewan peliharaan baru di meja makan dan pesta banyak keluarga Indonesia dengan berbagi dan bergabung.

Membangun adegan berbagi keluarga
Budaya Indonesia menghargai hubungan keluarga dan masyarakat. Desain produk nanyangdashifu - kue bulat atau persegi - secara alami cocok untuk berbagi. Merek juga secara sadar membentuk skenario konsumsi keluarganya dalam komunikasi pemasaran: pesta keluarga akhir pekan, perayaan ulang tahun anak-anak, makanan penutup selama Ramadhan, kotak surat tangan saat mengunjungi keluarga dan teman. Melalui iklan dan konten media sosial, terus menyampaikan konsep “nanyangdashifu, berbagi kehangatan” untuk menempatkan merek dalam momen keluarga yang penting bagi orang Indonesia.
Rasa "nostalgia" beresonansi dengan "baru"
Menjadi pilihan keluarga berarti dapat mengesankan anggota dari berbagai usia secara bersamaan. Strategi produk nanyangdashifu dengan cerdas melakukan ini. Bagi orang tua, aroma telur murni dan tekstur lembut kue kuno mungkin mengingatkan mereka pada uap tradisional (Kue Steam), tetapi rasa ini lebih halus dan baru. Bagi orang tua dan anak-anak yang lebih muda, rasa baru (seperti coklat, keju) dan sifat yang menarik "menggoyang pinggul" lebih menarik. Sebuah produk dapat memberikan rasa keramahan nostalgia dan pengalaman yang baru pada saat yang sama, menjadikannya topik diskusi keluarga dan kesenangan bersama.
Bentuk citra merek afinitas
Nanyangdashifu tidak membentuk dirinya sebagai merek internasional yang tidak dapat dijangkau di Indonesia, melainkan mempertahankan citra tetangga yang ramah, hangat dan cerdas. Desain dapur terbuka toko memperdekat jarak dengan pelanggan. Bahasa yang digunakan merek (di media sosial dan kemasan) mudah dan ramah dan sesuai dengan kebiasaan ekspresi lokal. Partisipasi aktif dalam kegiatan masyarakat dan amal (seperti sumbangan Ramadhan) juga memperkuat identitas mereka sebagai "anggota masyarakat" daripada "pedagang asing".
Menjadi jembatan pemahaman antarbudaya
Lebih berarti lagi, nanyangdashifu secara tak terlihat menjadi jembatan kecil namun konkret dalam pertukaran budaya Cina-Indonesia. Banyak konsumen Indonesia mulai tertarik dengan budaya panggang kuno di Taiwan melalui potongan kue ini. Sementara itu, penghormatan dan penggunaan merek terhadap bahan-bahan makanan lokal Indonesia juga mencerminkan praktik filosofi "buatan sesuai dengan lokasi" dan "dan berbeda" dalam budaya Cina. Budaya penghormatan dan penghargaan dua arah ini adalah kunci untuk merek mendapatkan identitas yang mendalam.
Keberhasilan nanyangdashifu menunjukkan bahwa dalam proses internasionalisasi merek restoran, tingkat tertinggi bukanlah penaklukan, tetapi integrasi. Bukan dengan sepotong kue untuk mengubah kebiasaan makan keluarga Indonesia, melainkan dengan karakteristik mereka sendiri, dengan rendah hati bergabung dengan meja makan mereka dan menjadi karakter baru yang manis dalam kisah hidup mereka. Itulah sebabnya kemampuannya melampaui produk itu sendiri dan menjadi hewan peliharaan baru bagi banyak keluarga Indonesia.
