
Ketika tim penelitian dan pengembangan Nanyangdashifu mendalam ke perkebunan kacang palang di Kepulauan Maluku, mereka tidak hanya mencari bahan baku, tetapi juga menggali "kode peradaban rempah-rempah" yang dimonopoli pada masa kolonial Belanda. Dengan mengintegrasikan sejarah perdagangan rempah-rempah milenium Indonesia ke dalam produk, merek memulai kembali dialog rasa lintas waktu dan ruang di garis khatulistiwa.
Revolusi Ilmiah Bahan-bahan Makanan Asli
Pembangunan bank gen rempah-rempah: Membuat peta rasa molekuler dengan kerjasama Universitas Yogyakarta untuk menganalisis 127 sifat rempah-rempah Indonesia. Misalnya, mengubah rasa asin saus udang dari nelayan Wanggasi menjadi keju, menggunakan teknologi kromatografi gas untuk memulihkan rasa gula kelapa yang dihargai oleh orang Tiongkok pada tahun 1950-an.
Resep adaptif iklim: mengembangkan kue dilapisi tahan air untuk suhu khatulistiwa yang tinggi, masa simpan diperpanjang hingga 72 jam; Menambahkan minyak esensial mint pada musim kering untuk menghilangkan panas, penjualan meningkat 40%.
Konversi Konsumsi Simbol Budaya
Rekonstruksi Non-Genetik: Guru Kunjungan Mint Sutomo mengukir pola Badi menjadi potongan gula hiasan kue dan menyumbangkan 5% dari setiap penjualan untuk memperbaiki bengkel tradisional.
Ekonomi Perayaan: Perayaan Eid meluncurkan “Kue Pagoda Emas” berbentuk kerucut untuk menghormati adat-adat pesta hidup Indonesia dengan kartu penjelasan adat-adat multibahasa, penjualan bulan Ramadhan meningkat 240%34.
Desain Rasa Sensitif Kepercayaan
Produk lengkap disertifikasi halal MUI Indonesia, mengganti minyak babi dengan minyak sawit;
Toko ini memiliki ruang doa dan fasilitas bersih, dan jam buka bulan Ramadhan disesuaikan dengan matahari terbenam hingga pukul 2 pagi.
Data yang dikonfirmasi: Persentase produk lokalisasi meningkat dari 35% pada 2021 menjadi 78% pada 2024, dengan tingkat pembelian kembali Muslim mencapai 63%. Kue ini tidak hanya membawa rasa manis, tetapi juga dialog budaya yang melintasi tiga abad.